Jumat, 30 Desember 2016

Hanya Rembulan Yang Tahu

Hanya Rembulan Yang Tahu

Oleh : Luthfia Zahra Larosa


Keheningan pada malam ini...
Hanya desiran ombak yang terdengar...
Angin sepoi mengibas-ngibaskan gorden kamarku,,,
Jendelaku masih terbuka lebar mempersilahkan angin itu memasuki kamarku...

Tengah malam sudah saat ini...
Aku masih tak mampu memejamkan kedua mataku...
Ku buang semua pikiran yang merasuki diriku...
Ku lepas semua beban yang ada dipundakku...
Ku jauhi semua ketakutan akan bayang-bayang aneh dalam tidurku...

Udara dingin terasa menusuk kulitku...
Tak kuasa berlama-lama aku menahan rasa itu...
Ku langkahkan kakiku menuju ke arah jendela...
Berharap aku bisa menghilangkan dinginnya malam ini...

Sesaat aku akan menyibakkan gorden pada jendela kamarku...
Tampak seberkas cahaya rembulan bersinar terang...
Seakan hendak menyapaku dimalam yang sunyi ini...
Hanya rembulan yang aku rasa tahu...

Bahwa aku seorang diri...
Dan aku tak kuasa menahan rasa kesepian...









Read More

Tragedi Saat Liburan

Tragedi Saat Liburan


Aku dan keluargaku saat itu sedang dalam perjalanan pulang ke rumah. Ceritanya nih, udah selesai liburan. Dan sepanjang perjalanan aku mengalami kejadian-kejadian yang 'menegangkan'. Jadi saat itu, aku dan seisi mobil sedang asik menikmati pemandangan disepanjang perjalanan. 


Saat kami sedang menikmati keheningan masing-masing, mamaku memulai pembicaraan kembali. "Lihat, itu sapinya", ujar mamaku pelan. Kami semua mengikuti arah pandangan mamaku, ikut melihat para kawanan sapi tersebut. "Ngapain sih, sapinya bergerombol gitu?", tanya mamaku sinis. Sepertinya sapi-sapi yang agung itu berhasil membuat mamaku iri. Mungkin mereka lebih kompak dari rombongan arisan mamaku. Atau mereka tampak lebih menawan/?
"Udahlah, mah! Sama sapi aja kok iri!", ujar papaku heran. Aku pun tertawa kecil. "Ya enggak, aku kan cuma tanya", jawab mamaku kesal, sambil masih melihat sapi-sapi tersebut. Kali ini dilihat dari kaca spion mobil. "Ya suka-suka sapi lah mah! Kok mama ngurusin hidup sapi?", tanya papaku. "Kok papa malah belain sapi-sapi itu sih?!", jawab mamaku jengkel. "Gak usah urusin hidup sapi!", ujar papaku tegas, dengan wajah berwibawa. Tampaknya papaku benar-benar menjunjung tinggi hak asasi ke-sapi an. Salut. 
"Ya aku tanya aja kok!", ujar mamaku lagi. Beberapa saat kemudian...
"AWAS SAPI!", teriak mamaku. Dengan sigap dan setengah terlonjak oleh teriakan mamaku, papaku menghindari kawanan sapi yang sedang menyebrang jalanan dengan sembarangan. Dengan lincahnya papaku menghentak-hentakkan stir mobil ke kanan dan ke kiri agar tak tertabrak oleh mereka.

"PAH! KANAN! KANAN SAPINYA!"
"DIKIRI SAPINYA PAH!"
"PAH AWAS ITU SAPINYA DEKAT!"
"MINGGIR PAH MINGGIR!"
"NOO! SAPINYA MENDEKAT!"
"KANAN LIHAT PAH!"
"PAH KIRI JAGA JUGA!"
"KANAN!"
"KIRI"
"KANAN!"
"KIRI ITU PAH!"
"PAH KANAN!"

"PAAHHHH AWAS DI DEPAAAAAANNNNN!!!!!!!", teriakku kencang!

BRAAAAKKKK!

Oke...
Tenang, tenang...

Aku melihat ke sekitar. SYUKURLAH, KAMI MASIH SELAMAT. Tampaknya kami berhasil melewati jebakan maut tadi. Dan mamaku berhasil menjaga keselamatan para sapi. Dan keselamatan kita juga pastinya.

Sedang dalam masa untuk menenangkan diri, kembali lagi aku mendengar suara adikku.
"SAKTI! WANITA ITU BENAR-BENAR SAKTI!", teriak adikku tiba-tiba. Sontak, kami semua melihat ke arah yang dimaksud olehnya. "Subhanallah!", ucap mamaku. "Durian tak mampu melukainya", ujar papaku. "Bagaimana bisa dia memangku erat durian itu?", tanyaku ikut terkejut. "Itu karena ibu itu berisi! Jadi dagingnya kebal menahan duri-duri yang menancap", jawab adikku santai. Aku terheran-heran. "Mah, jadi pingin bawa pulang durian juga", ujar papaku. "Durian disini kan terkenal lezat dan kualitasnya lebih enak daripada durian di kota kita", sambungnya. Mamaku memangut-mangut. "Iya, benar juga ya, pah. Terus nanti mau ditaruh dimana duriannya? Bagasi kita udah penuh dengan barang bawaan. Tuh lihat! Raihan aja yang duduk dipaling belakang tempat duduknya pas-pas an", tanya mamaku panjang lebar. "Pelajari dari apa yang sudah dilihat", sahut adik kecilku. 

GLEK! Papa dan mama menatapku. "Jadi, yang paling berisi yang bisa tahan", ujar mamaku pelan. Gila! "Kakak yang pangku ya duriannya", lanjut papaku. "GAK! GAAKKKK", teriakku tidak terima, Secara tidak langsung aku dikatain... Gendut. "Kakak udah diet kok!", "Berat kakak udah turun!", lanjutku mengajukan pembelaan. Hening. "KAKAK! KAKAK!", sorak adik-adikku. "KAKAK! KAKAK!", ikut papaku. "GILAAAAA... GAK MAUUUU!!!! KENAPA GAK MAMA AJA?", ujarku ketakutan. "Loh, untuk apa mama punya anak kalau begitu?" balas mamaku stay cool. Aku tidak bisa membiarkan ini terjadi! Aku tidak tahan lagi! "TIDAAAAKKKK TIDAK AKAN KUBIARKAAAAN!"



TITTTTTT!



. . . .

Aku belum tewas. Aku masih hidup.

Semua itu kejadian nyata...
Saat ini aku terbaring sakit dirumah...



Dan kejadian-kejadian nyata itu... 

Pada kenyataannya juga, mamaku memang benar-benar mengomentari rombongan sapi tersebut dan papaku sempat bertemu dengan para rombongan sapi ditengah jalan. Akan tetapi, papaku hanya menghindar ke kanan sedangkan rombongan sapi tersebut terlewati begitu saja. Tidak ada aksi yang menegangkan daripada itu. 

Dan untuk terakhir kalinya, pada kenyataannya, memang aku dan keluargaku melihat sosok tangguh seorang ibu yang kala itu memangku beberapa durian dengan menumpangi sebuah motor. Akan tetapi papa dan mamaku sama sekali tidak menyuruhku untuk membawanya. Kami memang membawa durian. Namun kami membawa 'isi' durian, tidak dengan kulitnya lagi dan sudah dimasukkan ke dalam tupperware.

Perihal aku sakit, saat itu aku benar-benar sedang sakit. Sesampainya dirumah, aku segera terbaring diatas tempat tidur dan beristirahat.

Semua kecelakaan yang terkira semata-mata hanya imajinasiku dan ku harap itu tidak terjadi. Jangan mengganggu penumpang lain, bercanda berlebihan, membuat kegaduhan dan bertengkar didalam mobil ya guys! Hal-hal tersebut dapat memicu terjadinya kecelakaan. Terutama buat teman-teman yang sedang liburan juga nih, bareng keluarga. Atau yang sedang edisi pulang kampung. Semoga temaan-teman senantiasa dilindungi dan diberikan keselamatan dalam liburan tahun baru ini. Selamat berlibur! :)


Note :
Semua ini hanya fiktif belaka. Jangan ditiru! :3


Ini benar-benar cerita yang enggak jelas -3-



Read More

Kamis, 15 Desember 2016

Bintang Kirana

Bintang Kirana
Oleh : Luthfiah Zahra Larosa
HOMPIMPAH!
“Huaaaaa, aku kalah lagi nih?”, tanya seorang anak yang bernama Dendi. “Tentu saja!”, sahut temannya yang bernama Rina. Di lapangan hijau yang cukup luas, terlihatlah sekumpulan anak yang sedang bermain bersama. Siapakah mereka? Mereka adalah Dendi, Rina, Jona, Riki dan Nesi. “Oh ya, teman-teman! Malam ini, kita berkumpul lagi disini, yaaa!”, perintah Nesi. Yang lainnya mengangguk-angguk tanda setuju. “Kalau begitu, kita pulang sekarang?”, tanya Riki. “Memangnya kamu mau ngapain lagi disini, huh?”, tanya Dendi. Riki menggaruk-garuk tengkuknya yang sebenarnya tidak terasa gatal itu dan berkata, “Sebaiknya kita pulang sekarang, hehee...”. “Hooo, dasar kamu! Ayuk kita pulang kerumah masing-masing!”, ajak Jona. “Jangan lupa, kumpul kembali disini nanti malam!”, ujar Rina mengingatkan. Yang lainpun mengangguk pergi dan mereka saling melambaikan tangannya, berpamitan.
_____________________________________________________________
Malam harinya...
“Hai Rinaaa!”, sapa Nesi dari kejauhan. Nesi berlari-lari kecil *menuju safa dan marwah? #bukan. “Mana yang lainnya?”, tanya Dendi yang juga sudah ada di tempat itu dengan tak asabar. “Heiiii teman-teman!”, sapa Riki yang baru datang. “Hmm.. Tinggal Jona. Ada yang tau Jona sedang dimana sekarang?”, tanya Nesi. Sedangkan yang lainnya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. “Hosh..Hosh... Ma..afkan aku.. Te...lat”, ujar Jona yang baru saja tiba dengan ngos-ngosan. “Tidak apaaa.. Ayukk. Duduk semuanyaaaa!”, perintah Nesi kepada teman-temannya. Mereka berlima duduk diatas rerumputan hijau tersebut. Kepala mereka mendongak keatas. “Dimana? Kenapa bintangnya tidak terlihat?”, tanya Rina sedih. “Bukan tidak terlihat, bintangnya memang tidak ada diatas sana”, jawab Dendi kecewa. Sama halnya dengan Dendi, teman-teman yang lainpun tampak kecewa. “Apa diantara kita ada yang berperilaku buruk?”, tanya Jona kesal. “Tentu saja tidak!”, jawab yang lainnya serempak. “Lalu, apakah diantara kita ada yang melakukan kesalahan serta menyembunyikannya dan belum meminta maaf?”, tanya Riki juga. “Tentu tidak”, jawab teman-teman lainnya kembali secara bersamaan. “Kalau begitu, mengapa mereka bersembunyi?”, tanya Riki. ....... Baca selengkapnya



Read More

Rabu, 14 Desember 2016

Terkubur Bersama Dedaunan

Terkubur Bersama Dedaunan

Karya : Luthfiah Zahra Larosa



Daun-daun berguguran...
Angin sepoi-sepoi menerpa diriku...
Aku menarik nafasku dalam-dalam...
Ku pandangi lembaran demi lembaran daun yang tergeletak diatas tanah..

Ku rogoh sakuku, mengambil sebatang pena yang kumiliki...
Kata demi kata...
Untaian beberapa kalimat telah tertuang diatas daun itu...
Dan untuk kesekian kalinya, aku merasakan kedatangan angin kembali...

Namun kali ini angin menyenggolku dengan sedikit kasar...
Hingga terbawalah daun yang sedaritadinya ada pada genggamanku...
Daun yang malang...
Tergeletak kembali diatas tanah...

Kubiarkan daun itu disana...
Kembali ku raih dedaunan lainnya...
Terpampang pengutaraan keluh kasahku disekujur bagiannya..
Kujatuhkan daun itu, mengembalikannya ke tempat semula...

Biarlah daun itu kembali ke tempatnya dengan membawa banyak hal...
Biarlah isi hatiku diketahui olehnya...
Setidaknya biarkan isi hatiku sekarang ini terkubur bersamanya...
Setidaknya, tidak akan ada orang yang mengetahui pengutaraanku pada dedaunan yang tergeletak tak berdaya itu...








Read More

Selasa, 13 Desember 2016

Mewujudkan Keinginanku

Mewujudkan Keinginanku



"Renaaaaaaaa!!", teriak seorang anak laki-laki dari kejauhan. Merasa terpanggil, gadis yang bernama Rena itu pun menolehkan kepalanya ke belakang, tepatnya ke arah sumber suara. "Loh, ada apa Mau?", tanya gadis tersebut. "Bisakah aku main ke rumahmu nanti siang? Ada banyak hal yang ingin aku diskusikan denganmu", ajak anak yang memanggilnya tadi. "Oh begitu. Tentu saja boleh! Ayuk kita pulang bareng", terima gadis kecil itu.

-Sepanjang perjalanan pulang.....
"Oh ya, Ren. Kamu ada rencana apa buat liburan nanti?", tanya Maulana, si anak laki-laki yang memanggil tadi. "Hmm.. Apa yaa? Aku juga belum tau nihhh.. Kalau kamu?", tanya Rena balik. "Aku? Aku.. Hmm.. Banyak yang ingin aku lakukan. Sangaaat banyak!", ujar Maulana sambil membayangkan sesuatu. Senyum Rena merekah. "Waaaah.. Keinginan seperti apa?", tanya Rena kembali. "Aku ingin menulis banyak hal untuk blogku. Aku juga ingin membuat rencana yang lain", jawab Maulana. Rena pun bertanya kembali,"Untuk apa?". "Untuk apa? Aku tidak ingin menganggur di waktu libur. Aku ingin melakukan sesuatu yang keren", ujar Maulana. Rena mengangguk-angguk. "Baiklah, kita berpisah disini. Sampai jumpa nanti siang dirumahku!", pamit Rena. 

_________________________________________________________________

Ting Ting! Handphone Rena berbunyi. Dengan segera Rena mengambil handphonenya untuk melihat pemberitahuan yang baru saja masuk. 'Ren, aku berangkat kerumahmu ya!'. Begitu isi pesan yang tertera dari Maulana. 'Okeee!', balas Rena.
________________________________________________________________________

"Hai Maulana! Ayuk masuk, silahkan duduk", sapa Rena. Maulana pun memasuki ruang tamu  dan segera duduk. "Jadi, kamu mau bahas apa?", tanya Rena to the point. Sedangkan Maulana, sedang sibuk mengeluarkan laptop dari tasnya serta menyalakannya, lalu tampak ia sedang mengutak-atik isi laptopnya. 

Maulana menyodorkan laptopnya dihadapan Rena. "Kenapa?", tanya Rena bingung. "Sekarang, aku minta kamu nulisin hal-hal, hobi dan bakat yang kamu sukai dan kamu inginkan disana", ujar Maulana sembari tangannya menunjuk ke layar laptop. "Waduh.. Apa ya? Aku tidak bisa mengingatnya sekarang", ujar Rena. "Tuliskan apa saja", jawab Maulana singkat. Akhirnya, Renapun tampak memikirkan sesuatu dan mencoba menulis beberapa hal yang diminta ke dalam laptop Maulana. 

"Aku sudah!", ujar Rena. Maulana mendekatkan wajahnya ke layar laptop. "Hanya ini saja?", tanya Maulana. Rena membalasnya dengan anggukan. "Lalu sekarang, bagaimana denganmu?", tanya Rena balik. Maulana tampak terkejut dan kebingungan. "Banyak.. Banyak hal yang sebenarnya ingin aku lakukan. Akan tetapi, aku kebingungan, apa yang harus aku lakukan", ujar Maulana. Matanya tampak sendu, berusaha mencari-cari hal yang bisa menerangi rasa bingungnya yang sedang dalam suasana redup. "Loh, bukankah kamu bilang sendiri tadi, bahwa kamu ingin melakukan hal yang keren pada liburan ini? Kenapa kamu tidak mencoba melakukan sesuatu?", tanya Rena. "Aku sudah melakukannya. Semalam aku menulis untuk postingan blogku sebanyak 10 halaman", jawab Maulana pelan. Rena terdiam sesaat, lalu kemudian jemari Rena mulai mengetik huruf demi huruf pada tombol keyboard laptop. 

Rena memperlihatkan isi layar laptop tersebut dihadapan Maulana. "Aku sudah menulis beberapa kesukaan dan bakatmu. Benar tidak?", tanya Rena memastikan. "Membaca, menulis, mengedit video, bermain game.. Hmm, benar juga sih", ujar Maulana membacakan isi tulisan Rena satu per satu. "Nah, sekarang, apa yang ingin kamu lakukan diantara daftar ini?", tanya Rena kembali. Raut wajah Maulana tampak semakin bingung. "Aku ingin melakukan sesuatu dari semua itu, namun aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan", ujar Maulana.  "Kalau begitu, lakukan sesuatu", saran Rena. "Tentu. Akan tetapi, terlalu banyak keinginan dalam diriku untuk melakukan seusatu yang keren dan bermanfaat. Aku serasa ingin melakukan semuanya", jelas Maulana panjang lebar. "Kamu tidak bisa melakukan semuanya sekaligus, Mau. Kamu harus melakukannya satu-satu. Jika tidak, hasilnya akan setengah-setengah dan kamu akan rugi besar telah membuang waktu untuk hasil yang tidak sempurna", jelas Rena. "Iya, aku tau Ren. Aku hanya tidak tahu apa yang ingin aku lakukan dengan semua itu. Aku benar-benar iri padamu dan teman-teman yang lain yang sudah membuat suatu hal yang tampak keren dan bermanfaat. Sedangkan aku? Aku hanya bisa memikirkannya terus-menerus tanpa tahu apa yang akan aku lakukan dengan segala keinginanku tersebut", jelas Maulana kembali.

"Bukankah kau sudah menuliskan sesuatu untuk postingan blogmu?", tanya Rena. Maulana mengangguk pelan. "Lalu, kenapa tidak segera kamu posting saja pada blogmu?", tanya Rena kembali. "Itu belum selesai dan aku bingung bagaimana aku akan memuatnya dari bentuk 10 halaman itu", jawab Maulana. "Kamu bisa melakukannya satu per satu. Ingat Maulana. Jangan begitu memikirkan apa yang akan orang bicarakan apabila kamu mengepostnya. Maksudku, jangan begitu memikirkan dari sudut pandang orang lain. Sudut pandang orang lain itu berbeda dan bisa saja berubah dengan adanya perasaaan. Apakah mereka termotivasi maupun terhibur dengan isi postinganmu. Tidaklah kamu harus membuat sesuatu itu agar tampak 'keren' dimata orang lain", saran Rena panjang lebar. Maulana mengernyitkan dahiya. "Akan tetapi, yang akan membaca postinganku itu kan orang lain, tentu saja aku akan memikirkan bagiamana sudut pandang mereka melihat apa yang aku perbuat", jawab Maulama sedikit membantah. "Memang benar, kamu tetap harus memikirkan bagaimana orang menanggapinya. Tapi bagiku, itu bukan hal  yang harus diutamakan. Yang perlu kamu lakukan sekarang adalah lakukan apa yang kamu inginkan dengan yang terbaik bagimu, bukan bagi orang lain. Tentu saja, kalau kamu sudah berpendirian teguh untuk melakukan hal yang terbaik bagi dirimu dengan mencintai keinginanmu, kamu butuh usaha. Pernah dengar tidak, pepatah yang mengatakan bahwa 'Kerja Keras Tidak akan Pernah Mengecewakan Hasil'? Meskipun ini sekedar mengisi waktu, mengembangkan bakat dan memanfaatkan hobi, kamu butuh kerja keras. Kerja keras bukan berrarti dalam hal kamu harus melakukan sesuatu yang berat, ya. Artinya, yang kamu perlukan adalah kesungguhan dan kepercayaan diri untuk melakukan itu. Nah, sekarang, biarkan dirimu berpikir,. Tenangkan pikiranmu. Pikirkan dengan Apa, sih yang akan kamu lakukan dengan naskah postingan blog ini? Bagaimana aku akan melakukannya? ", jelas Rena"Bagaimana jika aku menemukan titik buntu?", tanya Maulana. "Berpikir secara anak-anak", jawab Rena. Maulana terkejut. "Maksudmu apa?", tanyanya lagi. Rena tertawa kecil. "Maksudku bukan berpikir kekanakan, akan tetapi berpikir secara anak-anak. Saat kita masih anak-anak, inspirasi bahkan datang dari dalam diri kita sendiri. Bukankah kamu sudah membuat banyak hal dimasa kecil? Kita bahkan tidak perlu jauh-jauh mencari inspirasi. Diri kita pada masa itu hanya mengandalkan diri sendiri dan kesukaan kita terhadap apa yang sedang kita lakukan. Maka ide itu akan datang sendiri nantinya. Bisa tidak?", tanya Rena. Maulana mengangguk pelan. "But, kalau hasilnya tidak begitu memuaskan.. Tidak jelek, hanya saja kurang memuaskan orang yang aku perlihatkan, bagaimana?", tanya Maulana balik. Rena tersenyum kecil. "Tentu saja itu tidak apa-apa! Yang kamu perlukan disini adalah mengutarakan semua keinginanmu dalam bentuk apapun yang kamu sukai, bukan yang orang lain inginkan, oke? Ini kan, kamu lakukan atas dasar permintaan dan keinginan dirimu sendiri. Jadi tidak masalah bagi orang lain hasilnya seperti apa. Bagi orang lain, usahamu lah yang dihargai. Banyak kok, yang belum bisa menjadi sepertimu dan berharap bisa memiliki keinginan sebesar dirimu. Jangan begitu memfokuskan dirimu untuk terburu-buru menjadi keren. Butuh tahapan. Dan kamu tidak perlu mengawali tahap-tahap itu dari yang buruk. Mulailah dari yang biasa, itu tidak masalah. Apa kamu tidak enak dilihat oleh orang yang lebih hebat dari kamu? Hmm.. Apabila kamu merasa seperti itu, sebaiknya hilangkan. Tetaplah percaya diri. Tentu saja, mereka tidak akan meledekmu. Seperti yang aku katakan sebelumnya, lakukan dengan sebaik mungkin namun semampumu. Maka orang-orang yang melihatmu juga akan menghargai apa yang kamu perbuat. Mereka bahkan tidak memiliki ide secemerlang kamu, mengapa kamu harus merasa 'tidak keren'? Sangat baik apabila kamu bisa memulainya sekarang. Karena, dengan lebih cepat lebih baik. Untuk selanjutnya kamu dapat mengambil ilmu dari orang yang lebih hebat dari kamu. Nah, disitulah kamu bisa mencoba memperbaiki satu per satu kesalahanmu. tidak perlu menyesali, namun terima dengan senang. Kamu tidak akan bisa memperbaiki apapun jika kamu bahkan belum mencoba. Kamu hanya akan 'ingin' memulai hal yang baru dengan sempurna, namun pada akhirnya ada saja hal yang membuatmu belum cukup untuk sempurna", jelas Rena kembali. "Waaah, iya, benar juga, sih. Lalu, apa yang sebaiknya aku lakukan sekarang?", tanya Maulana. "Lakukanlah, lakukan apa yang kamu mau. Sekarang , kamu bisa ngeposting naskah yang sudah kamu kerjakan. Lakukan sebaik yang kamu mampu",jawab Rena.

"Oh iya, kamu juga bisa kok, membuat sebuah iklan mobil-mobil keren yang kamu mainkan dalam balapan. Pamerkanlah mobil-mobil karyamu itu dalam sebuah video satu persatu dan jelaskanlah. Sisipkan lagu yang kamu sukai. Dan cobalah mendapatkan reaksi teman-temanmu. Jangan takut dianggap anak-anak, karena kamu sedang berkreasi dan menciptakan sesuatu yang menarik, tak hanya keren saja. Itu lebih membantu kamu untuk menarik banyak orang. Apalagi, dengan kemampuan mengeditmu yang hebat!", ujar Rena. Maulana mengangguk-angguk,. Wajahnya mulai berseri-seri. "Lakukanlah apa yang bisa kamu lakukan. Jangan biarkan keinginanmu menumpuk. Itu hanya akan lenyap dengan sia-sia, atau tersimpan dengan sia-sia. Ubahlah keinginan itu menjadi suatu ide. Carilah inspirasi dengan membaca, menonton dan bahkan bisa kamu dapatkan dari teman-temanmu. Kalau sudah menjadi ide, untuk apa kamu simpan? Segera kamu keluarkan selagi itu masih hangat. Kalau tidak, pada ujung-ujungnya saat kamu mencoba mengemukakan ide itu kembali, akan buntu/tergantung tak tau arah. Dan ingat, jangan buru-buru. Cukup tulis kenginan serta ide-idemu. Lalu kembangkanlah satu per satu. Karena aku temanmu, kamu bisa minta bantu padaku kok. Ayo, lepaskanlah pikiranmu. Pikiranmu terlalu padaat dengan banyaknya keinginan untuk mrnjadi ini itu. Kamu keluarkan keinginan tersebut. Pilih satu untuk pertama kali. Lalu kembangkanlah. Begitu pula seterusnya. Maka, dalam liburan yang akan terasa singkat nantinya, tak terasa kamu sudah menyelesaikan semua keinginanmu dengan sebaik yang kamu bisa. Percayalah, kamu akan merasa puas dan bangga dengan apa yang sudah kamu kerjakan semaksimal yang kamu inginkan,meski bukan semaksimal yang orang lain harapkan. Love your self terlebih dahulu", ujar Rena. "Asikkk. Berarti, bisa kan kita mulai kerja sama?", ajak Maulana. Rena tersenyum lebar. "Tentu! Siap bos, ada yang bisa saya bantu?", ujar Rena cekikikan. Maulana pun geli dengan sikap Rena dan akhirnya mereka berdua tertawa bersama-sama. Duh, punya teman dengan bisa memotivasi satu sama lain itu, menyenangkan ya! He..he..he...  





TAMAT




Btw, cerita ini kupersembahkan buat teman dekatku yang sedang kebingungan arah. Wkwkw, semoga saja bisa membantu! 
Bahkan kamu sudah hebat bisa memiliki berbagai keinginan tersebut. Kenapa tidak mencoba untuk menjadi lebih hebat dengan mewujudkannya? :)



Read More

Minggu, 11 Desember 2016

Permen Kapas


PART 2

Author : Luthfiah Zahra Larosa
Cast : - Shaila Margaret
           -Roy
           -Pramesta Rendy
           -Gilang Ardian
           -Key Yudha
           -Oji
           -Nabila Keisha
           -Widya Ayunda







_______________________________________________________________


#AuthorProv

"Fufufufu...", seorang siswa bersiul sambil berjalan di koridor sekolah dan berpapasan dengan seorang guru yang sedang kebingungan di luar kelasnya. "Permisi, ibu? Gak masuk bu?", tanya anak itu. "Em.. Nak, kamu kelas berapa?", "Saya kelaa..", "Tolong ambilkan absen kelas ibu.. Di ruang guru, bisa? Meja ibu letaknya di pojok kiri dekat jendela", pinta sang guru. Remaja itu hanya mengangguk lalu melangkah pergi menuju ruang guru. 

Siswa tersebut menuju ruang guru dengan santai, sambil bersenandung ria. "Disini senang, disana senang dimana-mana..."  

BUKKKKK!!!

______________________________________________________________

"Maaf, bu. Saya tidak dapat menemukan absennya", ujar siswa tersebut. "Kamu yakin? Duh, mungkin udah di ambil sama anak itu.. Dimana ya dia sekarang?", ujar sang guru panik. "Ibu udah nyuruh murid lain buat ngambil absen sebelumnya?. Guru tersebut mengangguk. "Oh, barusan saya bertemu dengan murid lain di ruang guru. Sepertinya dia juga sedang mengambil absen, bu. Saya masih mengingat wajahnya kok. Sepulang sekolah saya akan mencoba menemuinya, siapa tau, dia salah ambil absen", ujar siswa itu panjang lebar. "Oh, benarkah? Kalau begitu, biar saya masuk kelas terlebih dahulu untuk perkenalan", kata sang guru. "Iya, bu". 

Guru tersebut bergegas memasuki kelasnya. Siswa tadi pun mengikuti guru itu dari belakang dan DUKK! Tanpa aba-aba, guru tersebut langsung menutup pintu kelas, sedangkan siswa tadi belum sempat masuk, nyaris saja tertabrak pintu yang tertutup secara tiba-tiba dihadapannya. "Gue.. Kok? Kenapa beliau menutup pintunya? Gue kan siswa di kelas ini juga? Huh?", ujar siswa tersebut kebingungan. Dengan segera siswa tersebut membuka pintu kelas kembali. 

"Loh, ada apa nak?", tanya guru tersebut. "Anu.. Saya siswa kelas ini, bu", jawab siswa tersebut seadanya. "Olala, silahkan duduk di kursi yang masih kosong", balas guru tersebut. 


#ShailaProv

Akhirnya aku bisa melewati waktu disekolah. Menyebalkan sekali. Haruskah murid dari setiap kelas diacak? Dengan teman sekelas yang sebelumnya aja, gue belum begitu kenal. Eh, malah udah pisah. Belum lagi, gue sekelas dengan orang yang setau gue paling sok di sekolah ini. Uh, gak tahan deh mikirin tentang dia. 

Gue cepat-cepat ke loker, buat naruh buku gue. Gue ngerogoh tas. "Kok rasanya gue tadi megang sesuatu ya? Ah, perasaan gue aja kali, hah..", ujar gue. Selesai naruh buku di loker, gue bergegas pulang dan tiba-tiba aja gue mendengar seseorang berteriak memanggil ke arah gue. Gue menoleh kebelakang dan ternyata benar. "HEH.. LO.. Capek gue manggilnya..", ujar orang tersebut sambil ngos-ngosan. Gue menyipitkan mata. "Tu..tunggu.. Lo kan ynang.. Ta..tadi?", ujar gue terbata-bata. Gue kaget setengah mati. Ini kan cowok yang gue tabrak tadi paska gue di ruang guru!

"Iyaa nonaaaa. Gue yang tabrakan sama lo tadi.Oh ya, gue cuma mau tanya, tadi lo di ruang guru ngapain?", tanyanya pada gue. Gue masih diam natapin dirinya. 
"Halo? Do you understand what i'm saying?", tanyanya kembali. "Eh? Eoh..", jawab gue. "Tadi diruang guru, lo ngambil absen, gak?", tanya cowok itu.
"A.. Absen..? Iy.. Iya!!!"
"Dimana lo ngambilnya?"
"Di.. Meja... Meja di sanaa.."
"Meja yang letaknya di paling ujung?!", tanyanya tak sabar. 
Gue ngangguk-angguk. "Buat apa? Kembaliin, dong!", pinta cowok itu. Gue kaget  dan sadar. "Absen tadi, kenapa?", tanya gue. "Itu kan absen kelas gue, kenapa lo ambil? Balikin dong, guru gue nyariin nih..", ujarnya. Gue buru-buru ngambil absen dari dalam tas gue dan ngasih ke dia. "Oke, thanks!", ujarnya. "Eeeeh, tunggu. Lo mau nemuin guru itu?", tanya gue. Dia mengangguk pelan. "Oh, kalau gitu gue ikut. Boleh ya?", pinta gue. Dan dia ngangguk lagi. Gue segera ngikutin cowok itu dari belakang.

#AuthorProv

"Oh, makasih sudah mengembalikan absennya!", ujar sang guru. Shaila yang juga berada ditempat tersebut menunjukkan wajahnya pada sang guru. "Maafkan saya bu, sudah salah mengambil ab...sen". Shaila membelalakkan matanya. "Ah, kamu tadi yang saya suruh ambilkan, kenapa telat?", tanya guru tersebut pada Shaila. "Hee? Bu..bukannya ibu tadi nolak ya, waktu saya ngasih absennya?", tanya Shaila gagap. Guru tersebut mengernyitkan dahinya seraya berkata."Ibu udah nunggu lama banget loh, daritadi", ujar guru itu kembali. Tampak wajah Shaila yang semakin terkejut. Matanya semakin membesar, kaget. "A.. Saya sudah membawanya tapi.. ", lanjut Shaila bingung. "Tapi? Apa maksudmu?", tanya guru itu. Shaila menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha bersikap normal kembali. "Aaah, itu tidak ada. He.. Maafkan saya bu, telat ngasihnya..", jawab Shaila pasrah dengan segala kebingungannya. Guru itu pun tersenyum dan berkata bahwa kejadian tadi tidak masalah baginya dan segera menyuruh Shaila serta siswa yang sedang bersamanya untuk pulang.


#RoyProv

"Yo, Roy what's up!". Gue tersenyum kecil. "Hey yo!", balas gue. Gue sekarang sedang berada di sebuah cafe langganan gue dan teman-teman gue pastinya. Biasa deh, sepulang sekolah gue pasti nongkrong disini. Gue segera memesan sebuah minuman ke pelayan cafe. Tenang aja, meskipun gue nongkrong gini, gue gak pernah mesan sesuatu yang memabukkan dan minuman keras. Gue kan masih anak sekolah, dilarang banget pastinya.

Teman-teman gue mulai berisik, ketawa-ketiwi dan ngobrolin banyak hal . "Heh Roy, kenapa lo hari ini? Tumben gak banyak ngomong!", tegur salah seorang teman gue. Gue cuman tersenyum tipis. "Lagi banyak pikiran Roy?", tanya teman gue yang lain. Lagi-lagi gue balas dengan senyum tipis. "Lagi mikirin cewek tuh dia!", tambah Gilang. Gue balas lagi dengan... HAH?! "GAAAK! Maksud lo apa heh? Gak sama sekali!", ujar gue kesal. Gue lihat Gilang malah ketawa sendiri. "Gak lucu..", ujar gue pelan. "Ya gausah marah kali.. Jadi ketahuan deh bohongnya", ujar Gilang lagi sambil ketawa. "GAAKKKK.. Gue bilang gak ya gakkk!", tambah gue kesal. Sedangkan teman-teman yang lain tersenyum-senyum menahan tawa sambil memandang gue. "Gak usah senyum-senyum gitu kalian, kayak homo tau gak!", ujar gue ketus. "Eh, Roy kok kamu gitu sih?", ujar salah satu teman gue. Duh, mulai deh otaknya geser. "Stopp!! Menjauh dari gue lo!", ujar gue jijik dan pindah ke tempat yang lain. "BWHAHAHAHAHA..", "Gyahahahaha" , "OMG HAHAHAHA". Tuh, kan tawa teman-teman gue meledak. Sungguh, kenapa gue jadi korban terus, sih? Haha, dasar kalian guys.. batin gue sambil tertawa kecil.


#ShailaProv

Hmm.. Apa siswa keren tadi itu sedang ngikutin gue? Ngeh, jadi gue sedang menuju ke halte bus saat ini. Dan gue rasa cowok itu terus berada di belakang gue. Apa gue lagi berhalusinasi atas keberadaannya? PLUK! PLUK! PLUK! Gue nampar pipi gue pelan. *sakit juga, sih. Akhirnya karena rasa penasaran ini begitu mengganggu gue, gue putuskan untuk bertanya padanya. Gue membalikkan badan. "Hey, lo ngikutin gue ya?", tanya gue sama cowok itu. Cowok itu menghentikan langkahnya. Lalu wajahnya menoleh ke belakang, kemudian menoleh lagi padaku. "Siapa? Gue?, tanyanya sambil menunjuk dirinya sendiri. "Iya lo!", ujar gue keras-keras. Dirinya menatap wajahku . Woy, ngapain nih orang?!




-bersambung














Read More

Remedial

REMEDIAL

Siapa sih, yang gak tau apa itu 'remedial'?. Mendengarnya saja udah membuatku merinding. Setiap ujian diriku selalu berharap agar tidak berjumpa dengan 'remedial'. Tapi entah mengapa, takdir mempertemukan kami. Sungguh menyakitkan dan pahit rasanya menerima kenyataan ini. Aku ingin berpisah..  *Tolonggg ini udah ga nyambung!

*kembali ke remedial

Satu pengalaman yang baru-baru saja terjadi padaku dan sempat beberapa kali membuat jantungku berdegup kencang dari biasanya.. Apakah ini yang dinamakan..... SHOCK LAHIR DAN BATHIN?! Jadi pada hari pertama, adalah hari dimana ujian terakhir mengakhiri ujian semester. Aku sangat senang, bahagia dan terharu, bisa melewati masa-masa sulit dengan cepat. Saat itu, papaku berjanji akan mengajakku berlibur ke Solo dan Yogyakarta apabila aku telah usai melaksanakan ujian. Aku berangkat ke Solo dan Yogyakarta esok harinya, dan sampai di tempat tujuan, aku sangat senang, rileks dan benar-benar menikmati suasana kota Solo. Namanya juga liburan, siapa sih yang gak senang coba :D

Namun ke esokan harinya, saat aku membuka aplikasi chat di handphone, teman-temanku memberitahukan bahwa pada hari itu dilaksanakan remedial. Dan aku? Aku kena juga. Remedial fisika, tepatnya. Aku panik, bingung dan kalang kabut. Namun aku berusaha tenang. Dalam perjalananku saat itu menuju Yogyakarta (perjalanan darat), aku terdiam menyender pada Jendela dan berpikir keras. Ini baru hari pertama aku liburan dan aku sudah remedial. Bagaimana dengan liburanku di hari seterusnya?, batinku. Beberapa lama kemudian aku mulai tenang. Hanya satu pelajaran, aku bisa menyusulnya, batinku lagi. 

Dan di hari selanjutnya, teman-temanku memberitahukan kembali bahwa aku harus mengikuti remedial lainnya. Arghhh.. Hari-hari yang kulewati saat berlibur ke Solo benar-benar tidak tenang. Memang, jiwa dan ragaku senang-senang saja. Akan tetapi pikiranku terus saja tertuju pada remedial yang harus kuulangi sendiri nantinya. Remedial tersebut kuanggap sebagai masalah. Nah, bagaimana bisa aku tenang disaat pikiranku di datangi oleh beberapa masalah? 

Bahkan, beberapa tugas yang diberikan oleh guru, tidak bisa kukerjakan. Aku pontang-panting mengubungi teman-temanku yang bersedia untuk membantuku dan syukurlah beberapa tugas selesai dengan bantuan mereka. 

LINE!
Pemberitahuan pada handphone ku berbunyi. Dengan segera kubaca isi pemberitahuan. "Teman-teman. Hari ini kita remedial penjaskes dan seni budaya ya!

JLEB! Diriku terkejut dan perasaanku semakin tidak nyaman. Ya ampun..
Aku mencoba menghubungi salah seorang temanku untuk dapat menanyakan sesuatu pada guru-guru yang membimbing remedial. 'Tolong tanyakan, apakah aku bisa mengikuti remedial susulan?' tulisku dalam sebuah percakapan di line. Dan syukurlah guru dari dua pelajaran tersebut membolehkan. Huh, udah remedial, minta susulan lagi! 

Hari demi hari kujalani di Kota Solo. Pada malam terakhir aku menginap di hotel, aku memandangi kelap-kelip Kota Solo dari jendela hotel. Sungguh indah. Disini pikiranku mulai rileks dan tenang. Berbagai hal berkecamuk di otakku, namun diriku seakan enggan untuk memikirkannya. Salah satu hal yang membuatku tidak nyaman adalah, perasaan akan diriku yang seolah-olah pergi meninggalkan kewajiban yang seharusnya aku laksanakan. Yah, itu dia remedial. Meskipun aku dapat mengikuti susulannya, tetap saja, hati ini tidak tenang. Meski aku saat ini sedang melakukan sesuatu yang sejak dahulu ku nantikan untuk pergi ke Solo, rasa bahagia saat tercapainya itu tidak terasa.  Aku senang, namun aku tidak bahagia. Beban masih ada padaku, sehingga aku tidak dapat mendapatkan rasa bahagia tersebut.

Hari dimana aku akan pulang ke kota asalku, yaitu Aceh, aku berusaha menikmati udara dan suasana Kota Solo tanpa memikirkan remedial tersebut. Untuk hari ini, untuk pertama kalinya dan untuk hari terakhir liburan ini aku berada di sini, aku berkata bahwa, 'Aku akan sangat merindukan kota ini lagi'

Akan tetapi, tahukah kalian, bahwa ini merupakan suatu pengalaman yang berharga dan berarti bagiku. Menurut kalian, apa pesan moral yang dapat kalian ambil dari cerita pengalamanku diatas?

Yup! Selesaikanlah urusanmu sebelum kamu merasakan kebebasan. Karena kebebasan dengan kebahagiaan sesungguhnya adalah saat dimana segala beban serta urusanmu sudah hilang. Jangan begitu menginginkan impian atau mimpimu akan suatu hal, jika kamu belum dapat menyelesaikannya dengan benar. Karena akibatnya mimpi itu akan tercapai dengan ketidakpuasan yang merasuki dirimu. Bangunan mana sih, yang akan tetap kokoh dan kuat apabila tidak dibangun dengan sungguh-sungguh? Begitu juga kaitannya erat antara usaha dan impian.






Read More